Beranda | Artikel
Mungkinkah Membela Nabi Tapi Tidak Menaati Beliau?
Selasa, 2 Agustus 2022

Kemarahan yang meledak dari umat Islam di bumi belahan timur dan barat kepada orang-orang yang melecehkan Nabi ﷺ , menyisakan pertanyaan, “Sejauh manakah kita taat kepada Nabi Muhammad ﷺ ? Umat Islam telah berpecah-belah menjadi sekian kelompok dan golongan. Setiap golongan merasa mantap dengan apa yang diyakininya. Padahal Nabi ﷺ telah memperingatkan bahaya perpecahan.

Disebutkan dalam riwayat Ibnu Mâjah, dari Auf bin Mâlik bahwa Nabi ﷺ bersabda :

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقَنَّ أُمَّتِيْ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً، وَاحِدَةٌ فِيْ الجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ، قِيْلَ يَارَسُولَ اللَّهِ مَنْ هُمْ ؟ قَالَ: الجَمَاعَةُ

Demi Dzat yang aku berada di tangan-Nya. Umatku akan benar-benar terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Satu golongan di surga dan tujuh puluh dua golongan di neraka.” Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa mereka (yang berada di surga)?” Beliau ﷺ menjawab, “al-jamâ’ah.

(HR. Abu Dâwud رحمه الله no. 1299, Ibnu Mâjah رحمه الله no. 3992, dishahihkan al-Albâni o. 3992, dishahihkan al-Albâni رحمه الله)

Persatuan umat yang terbentuk di hadapan musuh ketika membela kehormatan Nabi ﷺ , mestinya dijadikan momen untuk mengajak kaum Muslimin seluruh dunia agar meninggalkan perpecahan dan silang-pendapat untuk selanjutnya bersatu di bawah naungan Kitâbullâh dan Sunnah Nabi ﷺ dengan pemahaman Salaful Ummah, serta ber’gabung’ bersama para Ulama pemegang panji tauhid dan pembela kehormatan dan sunnah Nabi ﷺ .

Ketaatan kepada Nabi ﷺ merupakan konsekuensi dan tuntutan dari syahadat (persaksian) kita bahwa Muhammad ﷺ adalah utusan Allâh سبحانه وتعالى . Sebab persaksian bahwa Muhammad ﷺ benar-benar utusan Allâh maknanya adalah menaati perintahnya, membenarkan berita yang beliau ﷺ sampaikan, menjauhi larangan dan peringatannya ﷺ , serta tidak beribadah kepada Allâh kecuali dengan syariat beliau.

Demikianlah bentuk pengagungan yang sempurna kepada beliau ﷺ serta penghormatan yang tertinggi. Pengagungan model apakah yang bisa diberikan kepada Nabi ﷺ oleh orang yang meragukan atau enggan taat kepada beliau atau mengadakan bid’ah dalam agama beliau dan beribadah kepada Allâh سبحانه وتعالى dengan cara yang tidak sesuai dengan cara beliau ﷺ ?! Karena itu, begitu keras pengingkaran Allâh kepada orang-orang yang melakukan ibadah dengan cara-cara yang tidak pernah disyariatkan. Allâh berfi rman:

اَمْ لَهُمْ شُرَكٰۤؤُا شَرَعُوْا لَهُمْ مِّنَ الدِّيْنِ مَا لَمْ يَأْذَنْۢ بِهِ اللّٰهُ ۗوَلَوْلَا كَلِمَةُ الْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ ۗوَاِنَّ الظّٰلِمِيْنَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allâh yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allâh ? (QS. as-Syûra/42:21)

Nabi bersabda :

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah dari kami, maka amalan itu tertolak (HR. Bukhari, no. 2550 dan Muslim, no. 4590)

Bukti pembelaan yang serius terhadap (kehormatan) Nabi ﷺ adalah dengan mengagungkan syari’ah(risalah) yang beliau ﷺ bawa dalam al-Qur`ân dan Sunnah (Hadîts) dengan pemahaman Salaful ummah. Yaitu dengan cara mengikuti dan berpegung teguh dengannya secara lahir dan batin, selanjutnya dengan menjadikan syariat ini sebagai hakim (penengah) dalam segenap sisi kehidupan dan urusan-urusan yang khusus maupun umum. Sungguh mustahil, keimanan akan sempurna tanpa itu. Allâh سبحانه وتعالى berfirman :

وَيَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَبِالرَّسُوْلِ وَاَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلّٰى فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَۗ وَمَآ اُولٰۤىِٕكَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ

Dan mereka berkata, “Kami telah beriman kepada Allâh dan rasul, dan kami mentaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. (QS an-Nûr/24:47)

Sikap ini jelas merupakan bentuk pembelaan yang hakiki dan penghormatan yang sejati. Pasalnya, standar penilaian dalam segala urusan adalah kenyataan yang terbukti, bukan sekedar penampilan lahiriah atau simbol-simbol kosong atau pernyataan hampa. Karenanya, Allâh mengedepankan adab ini dari adab-adab lain yang mesti dilakukan bersama Nabi ﷺ . Allâh سبحانه وتعالى melarang mendahului keputusan beliau ﷺ dengan keputusan yang tidak sejalan dengan keputusan beliau ﷺ atau pernyataan yang tidak sesuai dengan sabda beliau. Akan tetapi, mestinya mereka mengikuti segala perintah beliau ﷺ , tunduk kepada beliau dan menjauhi larangan beliau. Allâh berfirman di permulaan surat al-Hujurât :

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُقَدِّمُوْا بَيْنَ يَدَيِ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allâh dan Rasûlnya dan bertakwalah kepada Allâh. SesungguhNya Allâh Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Hujurât/49:1)

Termasuk sikap taqaddum baina yadaihi (lancang mendahului Beliau ﷺ ) yaitu sikap lebih memprioritaskan pemakaian undang-undang dan peraturan produk manusia daripada syariat yang dibawa Muhammad ﷺ atau lebih mengutamakan hukum lain daripada hukum (ketetapan hukum) beliau ﷺ atau menyamakan hukum produk manusia tersebut dengan ketetapan hukum Nabi ﷺ atau berkomitmen untuk tetap berpegang teguh dengan ketentuan yang jelas-jelas bertentangan dengan petunjuk beliau ﷺ . Allâh berfirman :

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. an-Nisâ/4:65)

Orang yang paling berkomitmen dengan sunnah beliau ﷺ dan paling besar kesempatannya untuk meneguk air dari telaga Rasulullah adalah ahlus Sunnah wal Jamâ’ah. Karena mereka menghidupkan sunnah Rasulullah ﷺ serta mengikuti syari’at dan petunjuk beliau ﷺ .

Sebagian orang ada yang menampakkan bahwa dirinya sedang melakukan pembelaan terhadap Nabi ﷺ , namun ironisnya, ia justru tidak menaati perintahnya atau tidak menjauhi larangan dan tidak menghiraukan peringatan beliau ﷺ . Bahkan, terkadang kita temukan, sebagian dari mereka bermalasan dalam menjalankan shalat fardhu, mencukur jenggot, isbâl (memanjangkan celana sampai menutupi mata kaki) dan berbuat berbagai macam maksiat dan kemungkaran.

Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah رحمه الله mengatakan, “Pengagungan kepada para utusan Allâh diwujudkan dengan cara membenarkan berita yang mereka kabarkan dari Allâh, menaati perintah mereka, mengikuti, mencintai dan berwala kepada mereka, bukan (sebaliknya,) malah mendustakan risalah yang mereka emban, menomorduakan mereka atau berbuat melampaui batas dalam mengagungkan mereka. Justru ini adalah bentuk kekufuran terhadap mereka, pelecehan dan permusuhan terhadap mereka.”

Jadi, Ittiba’ (mengikuti) rasul adalah barometer untuk mengukur sejauh mana kejujuran orang yang mengaku-aku mengagungkan Nabi ﷺ . Sebab, tidak masuk di akal atau tidak dapat dibayangkan, ada orang mengklaim mengagungkan Nabi ﷺ dan menghormati beliau ﷺ , tapi (pada saat yang sama, dia) tidak berpegang teguh dengan perintah atau larangan beliau ﷺ , tidak memberikan perhatian dan memperhitungkan apa yang dibawa beliau ﷺ .

Allâh telah menjadikan ittibâ (mengikuti) Rasûlullâh ﷺ sebagai pertanda kecintaan kepada-Nya. Allâh سبحانه وتعالى berfirman :

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allâh, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imrân/3:31)

Bahkan lebih dari itu, Allâh سبحانه وتعالى menjadikannya sebagai syarat keimanaan dimana pengagungan terhadap Nabi ﷺ meupakan bagian dari keimanan itu. Allâh I berfi rman :

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. an-Nisâ/4:65)

 Ittibâ juga merupakan sifat kaum Mukminin, sebagaiman terkandung dalam firman Allâh سبحانه وتعالى yang artinya: Sesungguhnya jawaban oran-orang Mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allâh dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, “Kami mendengar dan kami patuh”. dan mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. an-Nûr/24:51)

Juga dalam firman-Nya :

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗوَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang Mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang Mukmin, apabila Allâh dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. (QS. al-Ahzâb/33:36)

Kesimpulannya, tidak ada orang yang mengagungkan beliau ﷺ kecuali hanya orang[1]orang yang berpegang teguh dengan petunjuk beliau ﷺ dan berjalan di atasnya serta mengikuti petunjuk beliau.1)

Para Sahabat telah memperlihatkan praktek nyata yang sangat istimewa dan tindakan yang sangat jujur dalam membela Nabi ﷺ dengan mengorbankan jiwa, harta dan anak untuk menebus beliau dalam kondisi senang atau tidak, seperti yang disebutkan oleh Allâh dalam firman-Nya :

لِلْفُقَرَاۤءِ الْمُهٰجِرِيْنَ الَّذِيْنَ اُخْرِجُوْا مِنْ دِيَارِهِمْ وَاَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا وَّيَنْصُرُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَۚ

Bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. mereka Itulah orang-orang yang benar. (QS. al-Hasyr/59:8)

Barangsiapa ingin mencintai dan membela Nabi ﷺ , maka hendaknya ia mengagungkan perkataan dan sunnah beliau melebihi pengagungannya terhadap perkataan selain beliau ﷺ . Manakala pengagungan kepada Nabi telah meresap di hati, terpahat di dalamnya dalam kondisi apapun, maka pasti pengaruh positifnya akan tampak nyata pada anggota badannya.

Saat itulah, akan terlihat lisannya terus memuji dan menyanjung beliau ﷺ serta menyebut-nyebut sisi kebaikan beliau ﷺ . Sementara organ tubuh lainnya juga terlihat mengikuti syari’at yang dibawa beliau ﷺ serta menjalankan apa yang menjadi hak Rasûlullâh ﷺ yang berwujud pengagungan dan penghormatan. Dan bukti pengagungan yang benar tulus ialah mengagungkan petunjuk yang beliau ﷺ bawa berupa syari’at yang terkandung dalam al-Qur`ân dan Sunnah dengan pemahaman Salaful ummah, yaitu dengan mengikuti dan berpegang-teguh dengannya secara lahir dan batin serta menetapkannya sebagai hakim dalam seluruh aspek kehidupan dan segala urusan. Tidak mungkin keimanan akan sempurna tanpa itu. Wallahu a’lam.

Footnote:

1 Huqûqun Nabi ﷺ ‘ala Ummatihi, 2/475)

*Tulisan ini dikutipkan dari makalah Penulis berjudul Taqwîmul Mafâhi al-Khâthi`ah ‘Indal Ghulâti wal Jufâti fi d Difâ’i ‘anin Nabiyyi ﷺ , dipresentasikan dalam muktamar bertema Nabiyyir Rahmati Muhammad ﷺ yang diadakan oleh Jum’iyyah al-Ilmiyyah as-Sa’ûdiyyah lis Sunnati wa ‘Ulûmiha di kota Riyadh Saudi Arabia..

EDISI 08/THN. XIV/MUHARRAM 1432H/DESEMBER 2010M


Artikel asli: https://majalahassunnah.net/manhaj/mungkinkah-membela-nabi-tapi-tidak-menaati-beliau/